Pulau Madura saat itu yang tampak di permukaan ialah gunung Gegger di daerah Bangkalan dan gunung Pajuddan di daerah Sumenep.
Kisah ini berawal dari sebuah cerita dimana di Pulau Jawa terdapat sebuah kerajaan yang bernama Medang Kemulan. Rajanya bernama Shanghyang Tunggal, sang raja tersebut mempunyai seorang putri bernama Bendoro Gung.
Suatu hari ketika sang putri sedang tidur dia bermimpi bulan yang tiba - tiba masuk kedalam tubuhnya. Sampai pada akhirnya Bendoro Gung diketahui hamil oleh ayahandanya. Bendoro Gung ditanya berkali - kali oleh ayahandanya siapakah orang yang telah menghamilinya. Namun Bendoro Gung tidak mengetahui siapa orang yang telah menghamilinya karena memang dirinya tidak pernah berhubungan dengan lelaki. Ayahandanya marah sehingga menyuruh patihnya yang bernama Pranggulang untuk membunuh putrinya karena telah dianggap mempermalukan nama baik kerajaan.
Bendoro Gung dibawa oleh sang Patih ke hutan, lalu sang Patih menghunus pedangnya ke leher sang putri. Tetapi setiap kali pedang akan menyentuh leher sang putri, seketika itu pula pedang sang patih jatuh. Ketika kejadian ini terjadi hingga tiga kali, sang patih punya keyakinan bahwa sang putri memang tidak bersalah.
Akhirnya sang putri dihanyutkan ke laut oleh sang patih. Sementara sang
patih bertekad untuk tidak kembali ke kerajaan , kemudian sang patih menyamar dan mengubah namanya menjadi Kiai Poleng. Sebelum sang putri dihanyutkan ke laut Kiai Poleng berpesan kalau sang putri memerlukan bantuannya maka sang putri harus menginjak kaki tiga kali niscaya Kiai Poleng akan datang kepada sang putri. Setelah menyampaikan pesannya tersebut kepada sang putri, kemudian sang putri dihanyutkan kelaut, yang pada akhirnya sang putri terdampar di Gunung Gegger.
Hari bertambah hari, bulan bertambah bulan, hingga genaplah usia kehamilan sang putri 9 bulan. Saat melahirkan telah tiba, sang putri menginjakkan kakinya 3 kali sesuai pesan Kiai Pokeng, maka datanglah Kiai Poleng untuk membantu proses kelahiran sang putri. Dengan bantuan Kiai Poleng, sang putri melahirkan seorang bayi laki - laki yang diberi nama Raden Sagara. Setelah kelahiran Raden Sagara tersebut , puncak Gunung Gegger selalu memancarkan sinar cahaya sehingga perahu yang berlayar disekitar gunung tersebut berhenti berlabuh dan menetap disana. Sehingga lama - kelamaan penduduk disana bertambah ramai.
Ketika Raden Sagara berumur 3 tahun, ia sering bermain dipantai. Suatu saat ketika ia sedang bermain dipantai, datanglah 2 ekor ular naga yang sangat besar, dengan ketakutan ia berlari dan segera menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Kemudian sang ibu segera memanggil Kiai Poleng , dan diceritakannya apa yang telah diceritakan oleh putranya (Raden Sagara) kepada Kiai Poleng. Ternyata benar ketika Raden Sagara dan Kiai Poleng datang ketepi laut, tampaklah 2 ekor ular naga yang dimaksud Raden Sagara. Kiai Poleng berpesan kepada Raden Supaya tidak takut dan memang ular tersebut lalu membantingnya ketanah.
Akhirnya kedua ular itu dibanting oleh Raden Sagara kemudian ular tersebut berubah wujud menjadi 2 buah tombak. Lalu kedua buah tombak tersebut oleh Kiai Poleng masing - masing diberi nama Naggala dan Alagura. Kiai Poleng berpesan bahwa Nanggala adalah senjata yang sangat ampuh dan bisa dibawa untuk berperang, sedangkan Alagura supaya disimpan dirumah untuk keselamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar